Ilmu falak (astronomi Islam) pertama kali ditemukan oleh Nabi Idris, sebagaimana disebutkan dalam mukadimah kitab-kitab falak. Namun embrio ilmu astronomi mulai nampak sekitar abad ke-28 sebelum masehi. Digunakan untuk menentukan waktu penyembahan berhala seperti di Mesir, Babilonia, dan Mesopotamia.
Ilmu astronomi Islam dapat dikatakan muncul dengan gemilang pada masa pemerintahan Khalifah Abbasiah karena adanya hubungan orang-orang Arab dengan berbagai macam kebudayaan dunia dan mereka jugs menyalin dari kitab-kitab klasik karangan orang-orang India dan orang-orang Yunani.
Para ilmuan muslim mulai melakukan penelitian astronomis berdasarkan Al-Quran surah Yasin ayat 38-40 dan surah Yunus ayat 5.
1. Yasin ayat 38-40
Artinya :
38. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
39. Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua[5].
40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
2. Yunus ayat 5
Artinya :
5. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[6]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.
Seorang pengembara India menyerahkan sebuah data buku astronomi yang berjudul ”Sindhind” atau ”Sidhanta” kepada kerajaan Islam di Baghdad pada tahun 773 M. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari (w.796 M) atas perintah Khalifah Abu Ja’far al-Manshur (719-775). Dan kemudian al-Fazari dikenal sebagai ahli astronomi pertama di dunia Islam.
Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M) muncul pada abad ke-8 setelah al-Fazari sebagai ketua observatorium al-Makmun. Dengan telaahnya terhadap hasil karya al-Fazari, al-Khawarizmi adalah orang pertama yang berhasil mengolah sistem penomoran India menjadi dasar operasional ilmu hitung dan penyusun tabel trigonometri (daftar logaritma) seperti yang ada sekarang ini. Terciptanya sistem pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam pengembangan ilmu pasti juga berkat penemuan angka 0 (nol) India oleh al-Khawarizmi. Selain itu al-Khawarizmi menemukan kemiringan zodiak terhadap ekuator sebesar 23,5° dan memperbaiki data astronomis pada buku terjemahan ”Sindhind”
”al-Mukhtashar fi Hisabil Jabr wal Muqabalah” dan ”Suratul Ardl” adalah dua buku penting karya al-Khawarizmi yang banyak diikuti dalam bidang ilmu astrnomi Islam.
Abu Ma’syar (w.885 M) di Eropa dikenal dengan nama Albumasyar adalah penemu adanya pasang naik dan pasang surut sebagai akibat pergerakan bulan terhadap bumi. Dua bukunya yang terkenal adalah ”al-Madkhalul Kabir” dan ”Ahkamus Sinni wal Mawalid”. Abu Bakar al-Hasan bin al-Hasib (w.893 M) dikenal dengan sebutan Albubacer dengan bukunya ”al-Mawalid”. Maslamah Abu al-Qasim Al-Majriti (905-1007 M) dengan bukunya ”Ta’dilul Kawakib”. Ibrahim ibn Az-Zarqali (1029-1089 M) di Eropa dikenal dengan nama Arzalchel. Seorang ahli astronomi Islam dan ahli teropong bintang. Memiliki daftar astronomis bintang-bintang yang bernama ”as-Shafihah”.
Nasiruddin Muhammad at-Thusi (1201-1274 M) adalah saeorang ahli astronomi Islam yang telah membangun observatorium di Maragha atas perintah Hulagu. Dia juga membuat tabel-tabel data astronomi benda-benda langit bernama ”Jadwalul Kaniyan”.
Ahli astronomi Islam lainnya adalah Ibnu Jabr al-Battani (858-929 M) yang di dunia barat dikenal dengan nama Albatenius. Dia melakukan penelitian di observatorium ar-Raqqah di hulu sungai di Baghdad, dan melakukan perhitungan-perhitungan jalan bintang, garis edar dan gerhana. Dia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin, menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, pajangnya tahun sideris dan tahun tropis, musim-musim serta garis lintasan matahari semu dan sebenarnya, adanya bulan mati dan fungsi sinus. Mempopulerkan pengertian-pengertian tentang perbandingan trigonometri, menerjemahkan dan memperbaiki teori Ptolemeus dalam buku ”Syntasis” dengan judul barunya ”Tabril al-Maghesti” dan bukunya sendiri yang berjudul ”Tamhidul Musthafa li Ma’nal Mamar”. Salah satu karyanya yang paling populer adalah ”al-Zij al-Sabi”. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan para ahli astronomi Barat selama beberapa abad.[7]
Ali bin Yunus (w.1009 M) mempunyai karya yang berjudul ”Zaijul Kabir al-Hakim” berisi tentang data astronomis matahari, bulan dan komet serta perubahan titik equanox. Kemudian Abdur Rahman al-Biruni (w.1048 M) menemukan perputaran bumi pada sumbunya dan membuat daftar data lintang dan bujur tempat di permukaan bumi.
Ada juga ahli astronomi Islam asal Iskandaria yang berhasil dengan observatoriumnya. Dia berhasil menyusun tabel data astronomi yang kemudian banyak digunakan dan dikembangkan. Zaman kegemilangan astronomi Islam bermula di bawah pentadbiran Khalifah al-Rashid dan anaknya al-Makmun. Dalam masa pentadbirannya di Baghdad, antara tahun 813 dan 833, Khalifah al-Makmun telah mendirikan satu perpustakaan terbesar sejak zaman Alexandria yang dipanggil “The House of Wisdom”.[8] Dalam perkembangannya, ilmu astronomi adalah ilmu yang cukup maju, hanya saja masih mengikuti pandangan geosentrisnya Ptolemeus.
Nama lengkapnya adalah Abu’l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani atau yang dikenal dengan nama al-Farghani. Seorang pakar astronomi berbangsa Farsi pada zaman Khalifah al-Makmun yang telah menulis sebuah buku unsur-unsur astronomi berdasarkan konsep astronomi Ptolemeus yaitu “Kitab fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum“. Memperkenalkan beberapa pandangan baru termasuk precession yang melibatkan kedudukan nyata, bukan saja planet-planet, malahan bintang-bintang juga. Hal ini memainkan peranan penting di Eropa Barat dan telah diterjemahkan kedalam bahasa Latin dalam kurun ke-12.
Dalam tahun 994, pakar astronomi Al-Khujandi, yang berasal dari Tadjikistan telah mencipta satu sextant dinding yang amat besar di Balai Cerap Ray yang merupakan satu alat pertama yang membolehkan sudut diukur dengan lebih persis. Alat ini digunakan terutama untuk mengukur kecondongan dataran ekliptik dengan lebih persis.
Al-Biruni (973-1050 M), adalah seorang cendekiawan yang berasal dari kawasan lautan Aral. Turut memberi sumbangan dalam bidang astrologi pada zaman Renaissance. Dalam astronomi, dia tidak hanya terkenal karena usaha cerapan bulan dan gerhana, tetapi juga karena pendekatan secara modern dalam kaidah eksperimennya terutama dalam analisis perkiraan ralatnya dan juga perkiraan Al-Khujandi. Al-Biruni juga telah memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah kota Makkah secara saintifik dari berbagai arah di dunia. Dari 150 hasil buah pikirnya, 35 diantaranya didedikasikan untuk bidang astronomi.
Omar Khayyam adalah seorang berbangsa Farsi yang terkenal dalam bidang sajak dalam kurun ke-11, dia juga berminat dalam beberapa bidang lain, terutama bidang algebra dan astronomi. Menciptakan jadwal astronomi baru yang istimewa karena ukuran tahun solar pada tahap kepersisan yang tertinggi buat masa itu.
Jabir Ibn Aflah (1145 M) atau Geber adalah seorang ahli matematik Islam berbangsa Spanyol yang ikut memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu astronomi. dia adalah ilmuwan pertama yang menciptakan sfera cakrawala yang mudah dipindahkan untuk mengukur dan menerangkan mengenai pergerakan objek langit. Salah satu karyanya yang populer adalah ”Kitab al-Hay’ah”.
Zaman kegemilangan astronomi di tanah Islam ini berakhir dalam kurun ke-12. Hasil usaha zaman gemilang ini, sedikit demi sedikit telah diterjemahkan kedalam bahasa Latin, terutamanya di Toledo Sepanyol, lalu tersebar di seluruh benua Eropah. Melalui terjemahan tersebutlah tokoh-tokoh intelektual Eropah, dipenghujung zaman pertengahan, mengkaji semula teori Ptolemeus dan mempelajari perkembangan astronomi hasil sumbangan dunia muslim.
Sebenarnya observatorium pertama di dunia dibangun oleh astronom Yunani bernama Hipparchus (150 SM). Namun, menurut para astronomi Muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang dilahirkan Hipparcus itu jauh dari memadai. Sebagai ajang pembuktian, para sarjana Muslim pun membangun observatorium yang lebih moderen pada zamannya.
Sejumlah astronom Muslim yang dipimpin Nasir al-Din al-Tusi berhasil membangun observatorium astronomi di Maragha pada 1259 M. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400 ribu judul. Observatorium Maragha juga telah melahirkan sejumlah astronom terkemuka seperti, QuIb al-Din al-Shirazy, Mu’ayyid al-Din al-Urdy, Muiyi al-Din al-Maghriby, dan banyak lagi.
Kevin Krisciunas adalah ahli astronomi Barat yang dalam tulisannya berjudul ”The Legacy of Ulugh Beik” mengungkapkan, observatorium termegah yang dibangun sarjana Muslim adalah Ulugh Beik. Observatorium itu dibangun seorang penguasa keturunan Mongol yang bertahta di Samarkand bernama Muhammad Taragai Ulugh Beik (1393-1449).
Ketertarikan dalam astronomi bemula ketika dia mengunjungi Observatorium Maragha yang dibangun ahli astronomi Muslim terkemuka Nasir al-Din al-Tusi. Walaupun geliat pengkajian astronomi di Samarkand mulai berlangsung pada tahun 1201. Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya di wilayah kekuasaan Ulugh Beik mulai terjadi pada 1408 M.
Ghirah astronomi di Samarkand mengalami puncaknya ketika Ulugh Beik mulai membangun observatorim pada 1420. Yang menurut Kriscunas, berdasarkan laporan yang ditulis ahli astronomi pada saat iru, Observatorium ini beroperasi selama 50 tahun. Sayangnya, setelah Ulugh Beik meninggal, obeservatorium itu pun mengalami kehancuran. Sejumlah astronom telah lahir dari lembaga itu yakni, Giyath al-Din Jamshid al-Kushy, Qadizada al-Rumy dan `Ali ibn Muhammad al-Qashji. Observatorium milik Islam yang terakhir dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan Sultan Murad III (1574-1595) didirikan Taqi al-Din Muhammad ibn Ma’ruf al-Rashyd al-Dimashqiy.
http://rumahbuku.weebly.com/bangku-iii/astronomi-dan-perkembangan-islam